Kanny
Hidaya Y,S.E, M.A
Wakil
Sekretaris BPH Dewan Syariah Nasional MUI
Baru dua perusahaan jasa Umrah/Haji
yang telah mendapatkan sertifikasi syariah dari Dewan Syariah Nasional, salah
satunya adalah PT. Arminareka
Perdana. Lalu, bagaimana Arminareka Perdana bisa mendapatkan sertifikasi
syariah, Kanz Megazine mewawancarai Wakil Sekretaris BPH Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia Kanny Hidaya Y,SE,MA, yang juga menjadi reviewer
sertifikasi syariah PT.
Arminareka Perdana.
Bagaimana proses sertifikasi DSN?
Setiap yang akan mengajukan sertifikasi
harus mengajukan permohonan dulu ke Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, kemudian
diundang untuk presentasi di depan Badan Pelaksana Harian (BPH). Ini adalah
suatu komite di DSN yang bertugas untuk mengurusi masalah yang ada. Jika lolos
pada tahap ini, maka DSN membuat tim review yang akan masuk ke perusahaan untuk
melihat aspek legal dan segala macamnya.
Dalam bisnis Arminareka, legalitas yang
paling penting adalah sebagai penyelenggara haji/umrah. Kita lihat dokumennya,
aspek manajerial, nasabah, dan aspek lain. Jika harus ada koreksi, tim akan
meminta pihak pemohon melakukan perbaikan. Jika perbaikan telah dilakukan dan
sesuai dengan DSN, maka pemohon akan mendapatkan sertifikasi syariah.
Berapa lama waktu untuk mereview?
Review dilakukan dua sampai tiga kali.
Waktunya, sekitar satu hingga tiga minggu atau paling lama sebulan. Karena tim
akan melaporkan hasil review ke BPH yang juga dihadiri Ketua Badan Pelaksana Harian
Dewan Syariah Nasional KH Ma’ruf Amin. Kalau semua tidak ada masalah, seluruh
prosedur telah diikuti dan Ketua BPH setuju, maka pemohon akan diberikan
sertifikasi.
Bagaimana anda melihat Arminareka?
Perusahaan ini menyelenggarakan
rekrutmen anggotanya denga metode tertentu atau sebuah sistem, yang memberikan
keuntungan bagi anggotanya. Sistem Arminareka termasuk kategori sistem
penjualan langsung berjenjang syariah. Majelis Ulama Indonesia telah
mengeluarkan Fatwa No 75 mengenai Sistem Penjualan Langsung Syariah. Saya lihat
dan paling pokok adalah sesuai Fatwa No 75 tersebut, Arminareka bukan money
game. Money game itu adalah hanya ada aliran uang/bonus dan tidak
ada produk yang dijual. Anggota mendapatkan uang hanya dari merekrut orang
semata. Kami juga melihat sistem remunerasi atau pembagian bonus, jangan sampai
ada unsur-unsur yang bersifat dzolim. Jangan sampai pembagian bonus tidak
seimbang.
Bagaimana seharusnya pembagian bonusnya?
Dalam syariah, hasil itu harus sesuai
dengan kerja. Kalau mengutip kata da’i, hasil itu tergantung pada banyaknya
kerja. Jadi jangan sampai upline yang kerjanya sedikit malah dapat
banyak, itu kan mendzolimi downline. Jadi itu kita lihat semua.
Bagaimana sistem remunerasi Arminareka?
Kalau kita lihat semua, Arminareka masih
sesuai dalam remunerasinya. Orang yang mau membeli produk ke Arminareka,
akadnya jual beli. Bukan akan mendaftar, itu yang sempat saya perbaiki. Kalau
datang ke Arminareka untuk mendaftar, berarti ini mau main money game.
Tetapi kalau orang datang ke Arminareka membawa uang 5 juta dan mau membeli
paket haji berarti dia membeli paket haji. Dari paket haji itu, orang yang
membeli akan mendapatkan paket yang namanya voucher. Kalau saya lihat
Arminareka, voucher itu sebenarnya bukti dan akadnya jual beli. Karena
Arminareka adalah penyelenggara haji/umrah, maka bisa menjual paket itu.
Kemudian, orang yang membeli paket haji akan menyicil ongkos sisanya untuk bisa
berangkat haji.
Jadi apa rambu yang terus dipatuhi?
Jangan sampai produk ini jadi
kamuflase. Padahal haji/umroh itu tujuan utama. Kalau sudah masuk Arminareka,
dia harus pergi haji/umroh karena dia sudah membeli paketnya. Jangan sampai
kemudian muncul tulisan di Republika berjudul “Bahaya MLM berbasis haji”. Di
mana disoroti bagaimana dengan harga murah, orang bisa berangkat haji/umroh.
Dari sini terlibat, cara pemasaran juga harus hati-hati. Jangan sampai cara
pemasarannya salah. Jangan sampai cara pemasarannya salah. Jangan sampai
pemasar(marketer) ketika berpromosi bilang begini,”Anda dengan membayar
segini(Rp 5 juta) pasti naik haji” itu cara yang salah. Padahal membayar uang
muka belum tentu bisa berangkat. Orang bisa berangkat haji/umroh itu karena
usaha. Jadi di Arminareka, ketika orang sudah membeli paket haji/umroh akan
ditawari peluang bisnis. Jika orang tersebut bisa membawa jamaah lain akan
diberi fee. Itu boleh karena sama saja dengan jualan. Kalau sudah tercapai
penjualan kemudian dikasih bonus, itu boleh-boleh saja. Jangan sampai orang mau
masuk karena sistemnya. Sistem itu hanya akibat saja.
Jadi harus bagaimana baiknya?
Kalau memang mau masuk Arminareka,
luruskan niat bahwa saya ingin naik haji/umrah. Kalau kemudian mau mencoba
bisnisnya , silahkan saja. Tidak ada larangan untuk bisnis. Tapi orang yang
membeli paket haji/umrah itu harus punya komitmen bahwa beribadah haji/umroh
menjadi target utama. Jangan sampai hanya terfokus pada sistem dan bonus
sementara haji/umroh tidak diprioritaskan. Kalau misalnya orang yang membeli
paket haji/umroh minta Arminareka untuk memotong hasil bisnisnya demi menyicil
biaya haji/umroh,itu boleh saja. Jadi, metode pemasaran harus diperhatikan
betul. Jangan seperti MLM konvensional yang hanya menjanjikan cepat kaya jika
berhasil merekrut sekian orang, karena itu menyesatkan. Kalau saya lihat,
Arminareka adalah penyelenggara haji/umroh,sehinggga bisa menjual paket
haji/umroh
Bagaimana cara promosi yang benar?
Janganlah memberikan informasi yang
salah. Promosinya, hanya bayar sekian bisa naik haji. Padahal kalau ngak usaha
ya tidak mungkin bisa berangkat haji. Di Arminareka sendiri, setelah membaya
DP, kelebihan biaya berangkat haji/umroh bisa diangsur sendiri atau diangsur
dari hasil berbisnis/menggunakan sistem. Itu yang harus disampaikan para
marketing Arminareka. Kedua saya usulkan kepada Arminareka adanya keseragaman
membuat iklan. Jangan membuat iklan” Bisnis tanpa risiko”, jadi bisnisnya yang
malah ditonjolkan. Jangan membuat iklan “pergi haji dengan bisnis”. Haji itu
ibadah, jangan dikaitkan dengan bisnis. Saya sudah bilang ke Pak Basni, agar
system market yang dipasang di koran harus diseragamkan.
Artinya harus ada koridor-koridor yang harus dipatuhi?
Ada, artinya perusahaan harus berjalan
seperti ditentukan di awal. Jangan sampai waktu dilihat di awal oke, tapi
proses perjalannya tidak sesuai. Jadi tidak sesuai syariah, maka bisa kita
cabut lagi sertifikatnya. Misalnya ada pengaduan dari masyarakat karena
dirugikan, maka sertifikasi syariah yang telah diberikan bisa dicabut. Untuk
Arminareka, sebenarnya tidak perlu dilakukan evaluasi, kecuali jika ada
pengaduan dari masyarakat yang dirugikan. Di Arminareka sendiri kan sudah
ditempatkan Dewan Pengawas Syariah(DPS). Kalau ada masyarakat mengadu, Dewan
Syariah Nasionla MUI akan memanggil DPS tersebut. Diberi nasihat dan harus ada
perbaikan. Jadi perusahaan harus komitmen karena banyak stigma buruk tentang
MLM haji. Perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi syariah, harus berjalan
sesuai koridor yang benar.
Berapa perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi syariah?
Kalau saya baca media massa, banyak
yang melakukan sistem itu. Tapi yang baru mendapat sertifikasi syariah baru dua
perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang belum dapat sertifikasi , berpeluang
terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Misalnya agen bisa merekrut uang nasabah,
tapi tak pernah disetor ke perusahaan malah dibawa kabur. Jadi harus dilihat
juga bagaimana track record perusahaannya, apakah pengalamannya sudah panjang
dalam penyelenggaran haji/umroh, saya pribadi menilai itu sudah terbukti. Jadi sementara ini baru dua yang dapat
sertifikasi, salah satunya adalah Arminareka Perdana.
Sumber
: http://kanz-mag.com/mui-bisnis-arminareka-perdana-sesuai-dengan-syariah/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar